WUJUDKAN PARIWISATA BERSIH, BANYUWANGI BATASI PEREDARAN MINUMAN BERALKOHOL



Pantai Pulau Merah<a href='http://banyuwangi.us/'> Banyuwangi</a>

Kabupaten Banyuwangi menyimpan segudang destinasi wisata yang eksotis dan berkarakter. Untuk mendukung pariwisata, pemerintah setempat berkeinginan melakukan pembatasan peredaran minuman keras.

Kesepakatan deklarasi 'Pariwisata Tanpa Alkohol' itu akan diwujudkan Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas sebagai salah satu poin dalam Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan Perhutani yang akan ditandatangani akhir Maret mendatang.



Bupati Anas mengarahkan supaya warung-warung di sekitar Pulau Merah dan lokasi wisata lainnya untuk tidak menjual minuman keras. Dan jika ada warung yang melanggar kesepakatan itu maka Pemkab Banyuwangi tidak segan untuk melakukan penutupan.

Lokasi wisata di Pantai Pulau Merah juga dijaga kebersihannya. "Kita lihat di pantai tidak ada anjing berkeliaran kan? Karena itulah wisatawan cukup nyaman di Pulau Merah," kata Anas, Rabu (26/3/2014). Pulau Merah adalah salah satu destinasi wisata unggulan di kabupaten tersebut.

"Kita ingin masyarakat ikut mendukung ciptakan pariwisata Banyuwangi yang berkarakter, wisata tanpa alkohol. Dan sebagai awal, umat Hindu Banyuwangi juga sudah setujui hal itu," imbuh Anas.

Ia menceritakan jika keinginan itu disampaikan langsung saat memberikan sambutan di upacara Melasti yang digelar di Pura Segara Tawangalun, Minggu (23/3/2014). "Saya sampaikan juga di bahwa Langkawi di Malaysia itu setiap tahun didatangi 5-6 juta wisatawan mancan, di sana juga tak mudah menjumpai minuman berakhohol," katanya.

Anas membandingkan dengan Indonesia yang di beberapa tempat menjual wisata dengan dukungan dunia malam yang gemerlap (diskoktek dan peredaran minuman keras), secara nasional mendatangkan sekitar 8 juta wisatawan mancanegara.


"Belajar dari Langkawi dan Malaysia secara umum, kita sebenarnya bisa mendatangkan wisatawan lebih banyak lagi jika pendekatannya tepat. Dalam konteks Banyuwangi dan secara umum Indonesia yang kaya alam dan budaya, seharusnya ekowisata yang ditonjolkan, itu yang seharusnya dijadikan jualan," kata Anas.

Menurut Anas, paradigma wisata sudah saatnya beralih dari mass tourism (wisata massal yang mainstream) ke wisata minat khusus (special interest tourism). Dari sana, muncul konsep ekowisata.

"Di Banyuwangi, kami bangun ekowisata dengan visi community based tourism, pariwisata berbasis masyarakat. Wisatawan yang datang akan menginap di rumah penduduk, mempelajari cara hidup mereka, dan makan makanan setempat," kata Anas.

Masyarakat lokal tidak hanya dijadikan objek turistik belaka, melainkan sebagai "tuan" bagi diri mereka sendiri. Masyarakat jadi wirausahawan, penyedia jasa, sekaligus diberdayakan sebagai pekerja. Masyarakat lokal membuat kerajinan/suvenir, memasak kuliner khas lokal untuk dijual, menyediakan kamar untuk tempat menginap, mengajarkan budaya dan kearifan lokal, sekaligus belajar kepada wisatawan tentang hal-hal baru.

"Hotel-hotel baru di Banyuwangi diwajibkan membuka ruang bagi masyarakat lokal untuk memasok kebutuhan alat mandi hingga bumbu masak," pungkas Anas.

1 komentar: